Di Jl Kalibesar Barat, Jakarta Kota, yang di masa VOC merupakan pusat kota Batavia, terdapat sebuah gedung yang hampir seluruh bagian depannya berwarna merah. Toko Merah, nama gedung itu, terletak berdekatan dengan stadhuis (Balaikota Batavia), kini masih tetap berdiri kokoh meskipun telah berusia tiga abad. Sejumlah gubernur jenderal VOC pernah mendiami gedung ini, yang kala itu terletak di tengah kota Batavia berbenteng.
Gustaff Baron van Imhoff membangun gedung berlantai dua itu pada 1730, jauh sebelum ia diangkat menjadi gubernur jenderal di Srilangka, yang kala itu jajahan Belanda. Begitu bersejarahnya gedung tersebut, hingga ia banyak didatangi para wisatawan asing, maupun para pecinta gedung tua.
Gedung itu, dalam keberadaan yang cukup lama, telah menyaksikan berbagai peristiwa penting, yang dialami kota Batavia. Setidak-tidaknya di depan gedung yang mengalir sungai Groote Rivier (Kali Besar) itu pernah terjadi suatu kerusuhan besar ketika terjadi pembantaian terhadap orang-orang Tionghoa. Peristiwa itu terjadi 10 tahun setelah gedung tersebut berdiri (1740). Di muara Ciliwung ini, yang kala itu airnya jernih, pada pagi dan sore, menjadi tempat mandi para Indo-Belanda. Sementara di malam terang bulan, para muda-mudi, sambil main gitar, bernyanyi menumpahkan isi hati mereka.
Setelah peristiwa berdarah pembantaian warga Tionghaa, Van Imhoff yang kelahiran Jerman, kemudian diangkat sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda (1743-1750). Di gedung yang kini dikenal sebagai Toko Merah itu ia juga mendirikan Akademi Maritim (Academiede Marine). Akademi ini diresmikan 7 Desember 1743. Selain sebagai kampus, gedung itu juga menjadi asrama para kadet.
Untuk dapat diterima jadi kadet harus memenuhi persyaratan yang cukup ketat. Calon harus lahir dari hasil perkawinan yang sah. Maklum, kala itu, banyak warga Belanda yang mengawini para nyai, yang anak-anaknya disebut Indo-Belanda. Syarat lainnya ialah berumur 12-14 tahun, beragama Kristen Protestan (kala itu tempat peridabatan Katolik tidak dibenarkan di Batavia). Masa pendidikan 4 tahun dan tiap angkatan dibatasi 24 orang.
Seperti ditulis Thomas B Ataladjar dalam buku Toko Merah, selama pendidikan para kadet menjalani disiplin sangat ketat. Mereka yang melanggar disiplin mendapat hukuman di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Sedang kadet yang ketahuan membaca buku terlarang (porno), dan bermain kartu, dikurang selama empat hari dengan kaki terendam dalam air dan hanya boleh mendapatkan nasi tanpa sayur dan lauk pauk.
Van Imhoff tercatat sebagai gubernur jenderal pertama yang mengunjungi keraton Mataram di Kartasura. Campur tangan van Imhoff tidak hanya terhadap Mataram, tapi juga kesultanan Banten. Ketika Sultan Zaenul Arifin memerintah (1744-1747), ia diberitahu menderita gangguanm jiwa. Van Imhoff kemudian mendukung salah seorang istri Sultan, Ratu Syarifah Fatimah, seorang wanita keturunan Arab. Atas dukungan Van Imhoff, Syarifah dapat menggeser Sultan dan menaikkan keponakannya (Syarif Abdullah) sebagai sultan Banten. Sedangkan Sultan Arifin dibuang ke Ambon. Politik divide edt empera (pecah belah) van Imhoff, karuan saja menimbulkan kemarahan rakyat Banten. Dipimpin Kyai Tapa, mereka memberontak terhadap VOC.
Setelah van Imhoff meninggal (1750), penggantinya, Yacob Mossel, mengembalikan kekuasaan Sultan Arifin. Sedangkan Syarifah dan Syarif Abdullah ditangkap dan ditahan di Pulau Edam, Kepulauan Seribu. Menurut rencana, kedua keturunan Arab itu akan ditahan di Saparua (Maluku). Namun Syarifah lebih dulu meninggal dunia dan dimakamkan di Pulau Edam. Sedangkan ponakannya di buang ke Banda dan hidup mewah di sana atas biaya VOC selama 39 tahun. Hingga kini banyak orang mendatangi makamnya di kepulauan Seribu, terutama untuk meminta nomor buntut. Tempat pertemuan antara van Imhoff dan Syarifah Fatimah saat hendak menggulingkan suaminya, Sultan Banten, terletak di Tanjung Oost (kini Tanjung Timur), depan Markas Rindam Condet, Jakarta Timur. Kala itu, tempat tersebut merupakan rumah peristirahatan yang sangat mewah. Kini ditempati oleh keluarga kepolisian.
Selama pemerintahannya, van Imhoff juga membangun Istana Buitenzorg Lepas dari Kesibukan pada 1745 yang kini lebih dikenal dengan Istana Bogor. Istana ini kemudian dipugar oleh para gubernur penggantinya hingga bentuknya sekarang ini. Kala itu, van Imhoff sudah memelihara kijang di halaman istana. Presiden Soekarno termasuk Kepala Negara yang paling sering tinggal di Istana Bogor. Bahkan Surat Perintah 11 Maret 1966 dikeluarkan di sini. Dengan Supersemar itulah, Pak Harto kemudian membubarkan PKI dan ormas-ormas yang bernaung di bawahnya.
Toko Merah, menurut Thomas B Ataladjar, pernah digunakan sebagai kantor Jacobson van den Berg, sebuah perusahaan multinasional milik Belanda. Pada 1957, ketika hubungan RI-Belanda memburuk, Jacobsonvan den Berg dan semua perusahaan milik Belanda diambil alih. Sementara ribuan warga Belanda dan Indo Belanda meninggalkan Indonesia.
Toko Merah juga merupakan saksi sejarah betapa menyedihkan nasib para budak di Batavia kala itu. Mereka dijualbelikan dan diperlakukan seperti binatang. Di tempat ini pernah dilelang sebanyak 162 budak belian.
(sumber: sejarahri.com)
0 komentar:
Posting Komentar