Masyarakat madani adalah sebuah tatanan masyarakat sipil yang mandiri dan demokratis. Banyak pengertian mengenai arti dari masyarakat madani. Menurut Anwar Ibrahim, manta wakil perdana menteri Malaysia, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang berkembang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Dan juga mempunyai ciri-ciri yang khas yakni kemajemukan budaya (multicultural), sikap saling memahami dan menghargai. Akan tetapi, menurut Dawan Rahardjo, masyarakat madani adalah proses penciptaan peradaban yang mengarah pada nilai-nilai kebijakan bersama, warga negara bekerjasama dalam pembangunan, bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan. Masyarakat sipil mengejewantah dalam berbagai wadah sosial politik di masyarakat, seperti organisasi keagamaan, organisasi profesi, organisasi komunitas, media dan lembaga pendidikan.
Masyarakat madani membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya madani dan ia tidak muncul dengan sendirinya jika unsur-unsur tersebut tidak ada. Unsur yang dimiliki oleh masyarakat madani yakni, wilayah publik yang bebas, toleransi, kemajemukan, keadilan sosial dan demokrasi. Inila Masyarakat madani mempunyai satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani.
Wilayah publik yang bebas maksudnya ialah digunakan sebagai tempat untuk menyampaikan pendapat tanpa ada ancaman dan takut dari kalangan luar masyarakat madani. Toleransi juga dapat diartikan sebagai sikap saling menghormati dengan perbedaan yang ada. Karena, dari sikap menghargai dan menghormati akan mendapatkan hasil yang bermanfaat dari pelaksanaanya. Selain itu, sikap toleransi juga bukan sekedar tuntutan sosial masyarakat akan tetapi sudah menjadi bagian terpenting dalam wilayah keagamaan. Kemudian kemajemukan dan keadilan sosial merupakan dua pilar yang terpenting dalam masyarakat madani, dimana pluralisme sebagai sikap yang harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam dan merupakan suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia. Dalam istilah lain yaitu masyarakat multikulturalisme yaitu, menghendaki adanya perlakuan yang sama terhadap komunitas yang beragama dan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuaan tanpa memedulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun Agama. Selain itu, ada juga keadilan sosial yang penting dalam keberagaman yang ada dalam masyarakat sosial ini yang merupakan keseimbangan dan pembagian atas hak dan kewajiban setiap warga negara. Dengan keadilan tersebut, akan hilang monopoli yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Dan yang terakhir faktor penting dalam tatanan masyarakat madani ialah Demokrasi, dimana sistem ini adalah syarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni. Karena, tanpa demokrasi maka civil society tidak akan terwujud.
Di Indonesia, tradisi civil society sangatlah kuat, bahkan sebelum Indonesia merdeka, masayarakat madani telah ada dan berkembang pesat yang dilakukan oleh beragama organisasi, dari organisasi keagamaan seperti, Sarekat Islam, Nahdatul ulama dan Muhammadiyah dan pergerakan lainnnya dalam hal memperjuangkan kemerdekaan dari penjajah. Mereka menunjukkan kiprahnya sebagai komponen civil society. Kemandirian dan sukarela menunjukkan karakter khas dari masyarakat madani di Indonesia.
Ada beberapa hal dalam mewujudkan masyarakat madani. Pertama, paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi yang berupaya menekankan pada proses pendidikan dan penyadaran politik warga negara khususnya kelas menengah. Kedua, pandangan reformasi sistem politik demokrasi. Ketiga, pandangan integrasi nasional politik, yang memandang bahwa tanpa kesadaran nasionalis, mustahil untuk membangun sistem demokrasi. Jadi, strategi untuk membangun masyarakat madani di Indonesia ialah, pendidikan dan penyadaran politik, integrasi nasional dan politik dan reformasi sistem politik demokrasi.
Dewasa ini, banyak gerakan sosial seperti organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang ingin membangun masyarakat madani dengan mendukung dan menentang perubahan sosial. Masyarakat madani juga tidak terlepas dari gerakan sosial. Karena, lembaga sosial atau gerakan sosial itu sendiri adalah penjelamaan dari masyarakat sipil.
Sejarah pemikiran masyarakat madani(Civil Society) di awali oleh para tokoh-tokoh yunani yang memberikan pengertian tentang masyarakat madani. banyak pemikir-pemikir yunani yang menjelaskan dengan pengertian lain. Filsuf yunani, Aristoteles (384-322 SM) yang mengganggap civil society sebagai sistem kenegaraan dan identik dengan negara itu sendiri. Pandangan Aristoteles ini merupakan awal dari sejarah civil society. Pada zaman Aristoteles, civil society dipahami sebagai sistem negara dengan menggunakan istilah koinonia politike yang berarti sebuah organisasi atau komunitas politik yang menjadi wadah bagi masyarakat yang ingin terlibat dalam masalah pergerakana ekonomi politik dan pengambilan keputusan. Yang maksudnya adalah bahwa masyarakat adalah sebuah gambaran politik, dimana didepan hukum, mereka semua berkedudukan sama.
Pandangan Aritoteles ini kemudian banyak dikembangkan banyak tokoh-tokoh pemikir masyarakat madani. Seperti Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) yang mengartikan masyarakat madani berbeda dengan Aristoteles. Menurutnya, masyarakat sipil adalah societes civilies yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Maksudnya, lebih menekankan pada konsep negara kota untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk korporasi lainnya sebagai sistem yang terorganisasi. Rumusan ini juga kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes ( 1588-1679 M) dan Jhon Locke (1632-1704) yang memandang civil society sebagai lanjutan dari evolusi masyarakat yang alamiah. Hobbes memandang bahwa civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak, mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi setiap masyarakat. Berbeda dengan Hobbes, Jhon Locke, civil society adalah bentuk pembebasan yang terlindungi dan hak milik setiap warga negara.
Akan tetapi, ada beberapa ahli yang beranggapan bahwa civil society juga berlawanan dengan sistem kenegaraan, bahkan juga dianggap sebagai antitesis negara. Ketika masyarakat sipil tidak mendekati kesempurnaan yang teratur dalam tatanan masyarakat, maka negara mempunyai peluang yang sedikit untuk mengatur kehidupan warganya sendiri. Sehingga, banyak penghalang yang menyatukan masyarakat sipil dengan negara atau berlawanan.
Daftar Pustaka
Ubaedillah, A, dan Rozak, abdul. Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani. Jakarta : Prenada Media Group, 2010.
0 komentar:
Posting Komentar