Hampir bisa dipastikan, tak banyak orang Indonesia yang mengetahui wilayah Bungku di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Padahal, wilayah yang terdiri dari berbagai pulau ini memiliki pemandangan alam yang indah, dengan penduduk yang memiliki berbagai latar belakang agama dan suku yang berbeda. Selain suku Bungku sendiri, wilayah ini antara lain ditinggali oleh oleh orang-orang dari suku Mori, Kaili, Menui Bugis, Buton, Ambon, Manado, Gorontalo, Makassar, Toraja, dan Bajo.
Selain itu, di wilayah Bungku juga pernah berdiri sebuah kerajaan yang berdiri pada awal abad ke-20, yakni Kerajaan Bungku. Kerajaan Bungku berdiri sebagai akibat dari sikap kesewenang-wenangan pemerintah Hindia Belanda yang ingin mengikat seluruh kerajaan yang ada di wilayah Sulawesi Tengah dalam sebuah perjanjian yang hanya menguntungkan sebelah pihak. Kerajaan-kerajaan yang menolak perikatan tersebut akan diserang dengan cara-cara kekerasan oleh Belanda dan kemudian wilayah kerajaannya dipecah-pecah. Salah satu kerajaan yang menolak perikatan itu adalah Kerajaan Mori, yang kemudian oleh Belanda dipecah menjadi Kerajaan Mori dan Kerajaan Bungku.
Akibat dari cara keji Belanda itu, pada awal abad ke-20 di wilayah Sulawesi Tengah ada enam kerajaan, yakni Kerajaan Poso, Kerajaan Napu, Kerajaan Mori, Kerajaan Tojo, Kerajaan Una Una, dan Kerajaan Bungku, yang satu sama lain tidak ada hubungannya. Keenam wilayah kerajaan tersebut pada mulanya di bawah pengaruh tiga kerajaan, yakni wilayah bagian selatan tunduk kepada Kerajaan Luwu yang berkedudukan di Palopo; wilayah bagian utara tunduk kepada Kerajaan Sigi yang berkedudukan di Sigi (Daerah Kabupaten Donggala), dan; wilayah bagian timur, daerah Bungku, termasuk daerah kepulauannya, tunduk kepada Kerajaan Ternate.
Namun, pada perkembangan selanjutnya, ketika kekuasaan penjajahan Belanda sudah semakin kuat, Pulau Sulawesi pada tahun 1905 oleh Belanda dibagi menjadi dua provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Utara. Batas kedua provinsi tersebut adalah Pegunungan Tokolekayu di sebelah selatan Danau Poso. Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibu kotanya Makassar dipimpin oleh seorang gubernur dan Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kotanya Manado dipimpin oleh seorang residen. Gubernur dan residen secara organisatoris berada langsung di bawah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia.
Kemudian tiap-tiap provinsi dibagi lagi dalam beberapa afdeling yang dikepalai oleh seorang asisten residen bangsa Belanda. Dan, setiap afdeling dibagi lagi ke dalam beberapa onderafdeling yang dikepalai oleh seorang controleur bangsa Belanda atau Indo Belanda. Di bawah pemerintahan onderafdeling inilah ditemukan pemerintahan district dan landschap (kerajaan) yang dikepalai oleh kepala district atau oleh seorang raja yang diakui oleh pemerintah Hindia Belanda.
Pada periode 1903-1918, daerah Sulawesi Tengah yang kita kenal sekarang ini sebagian termasuk dalam wilayah Keresidenan Sulawesi Selatan dan sebagian lagi termasuk wilayah Keresidenan Sulawesi Utara. Yang termasuk wilayah Sulawesi Selatan (Oost Celebes) adalah Onderafdeling Kolondale, yang terdiri dari Kerajaan Mori dan Bungku.
Sayangnya, meski terbilang kerajaan muda karena baru berdiri pada awal abad ke-20, sejarah Kerajaan Bungku dan berbagai informasi yang berkaitan dengannya sangat sedikit sekali diketahui oleh bangsa ini. Padahal, tak dapat dimungkiri, Kerajaan Bungku merupakan mata rantai dari perjalanan panjang sejarah bangsa ini. Dan, informasi sejarah lokal semacam itu memiliki nilai penting bagi bangsa ini sebagai pijakan untuk menata masa depan yang lebih baik.
(sumber: sejarahri.com)
0 komentar:
Posting Komentar